“STRATEGI
PERTAHANAN NEGARA INDONESIA DI LAUT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN UNTUK MENJAGA
KEDAULATAN DAN SUMBER DAYA ALAM KHUSUSNYA MINYAK BUMI”
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia, dengan letak yang strategis di antara dua benua dan dua samudera yaitu
benua Asia dan Australia, serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Konstelasi geografis Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dinamika politik,
ekonomi, dan keamanan nasional Indonesia. Letak strategis ini juga
mengakibatkan Indonesia berada pada persilangan jalur perdagangan dan
pelayaran internasional, baik dari wilayah Pasifik dan Asia Timur menuju
kawasan Timur Tengah, Afrika dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian,
Indonesia menjadi wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan
negara-negara pengguna jalur perdagangan.
Hal ini membawa konsekuensi logis yang berkenaan
dengan pertahanan dan keamanan negara di laut, yakni munculnya ancaman
yang berpengaruh pada konsep dan strategi pertahanan negara yang timbul bukan
saja disebabkan oleh konstelasi geografis Indonesia namun juga disebabkan oleh
pengaruh globalisasi pasca Perang Dingin (Post-Cold
War Era) maupun perkembangan lingkungan strategis yang terus berkembang
secara dinamis.
Terdapat berbagai definisi ancaman dalam kaitannya
dengan pertahanan maupun keamanan negara. Dalam kajian hubungan internasional (international relations studies),
beberapa teori menjelaskan mengenai definisi ancaman tersebut. Menurut
Buzan dan Waever (1998), ancaman dalam kerangka keamanan sosietal terbagi
menjadi dua, ancaman horisontal dan ancaman vertikal. Ancaman horisontal yaitu
beberapa identitas yang saling bersaing dalam suatu kelompok sosial. Sementara,
ancaman vertikal yaitu ancaman yang mengakibatkan identitas suatu kelompok
sosial melemah pada titik terjadinya disintegrasi atau secara nyata terkekang
oleh suatu kekuatan politik. Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya
konflik horisontal maupun vertikal.
Sementara menurut Craig A. Snyder (1999), definisi
ancaman dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, strategic studies dan security studies. Menurut strategic studies yaitu ancaman militer
yang ditujukan terhadap suatu negara, sementara menurut security studies, ancaman yaitu ancaman non militer yang bukan saja
ditujukan terhadap negara, namun juga terhadap non-state actors maupun sub-state
groups. Definisi ancaman juga dapat dilihat dengan jelas dalam Bab I Pasal
1 ayat 22 Undang-Undang RI No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
di mana disebutkan bahwa ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Jika dilihat dari beberapa definisi mengenai ancaman tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang umum (common factors) dari ancaman.
Pertama, ancaman ditujukan terhadap negara/kelompok
sosial dan kedua, ancaman terhadap identitas negara/kelompok tersebut (termasuk
terhadap bangsa/anggota kelompok sosial tersebut). Spektrum ancaman yang dapat
timbul dan mengancam kedaulatan, keutuhan maupun keselamatan bangsa dan negara
amat beragam. Dengan perkembangan lingkungan strategis pasca Perang
Dingin, spektrum ancaman bergeser dari tradisional (militer) ke non tradisional
(nirmiliter) yang mengakibatkan bergesernya pula peperangan konvensional (conventional warfare ) ke peperangan
inkonvensional (unconventional warfare) dan
peperangan asimetris (asymetric warfare).
Perkembangan lingkungan strategis, baik global maupun
regional tersebut turut mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya
isu-isu keamanan seperti terorisme, ancaman keamanan lintas negara, dan
proliferasi senjata pemusnah massal. Berdasarkan konstelasi geografis Indonesia
seperti yang telah disebutkan di atas, maka isu-isu keamanan tersebut juga
dapat terjadi di dan/atau lewat laut, termasuk juga isu keamanan maritim.
Beberapa ancaman yang teridentifikasi sebagai ancaman
di dan/atau lewat laut dapat dibedakan menjadi ancaman potensial (perceived threat) seperti agresi
militer asing, konflik dengan negara tetangga berkaitan dengan sengketa
perbatasan, serta kehadiran militer asing di laut dengan dalih untuk
mengamankan armada niaganya dan menghancurkan jaringan terorisme jika
Indonesia dianggap tidak bisa memberikan jaminan keamanan, dan ancaman faktual (real threat) seperti ancaman
pelanggaran hukum dalam bentuk penyelundupan, illegal fishing , bajak laut (piracy), perompakan (sea
robery), transnational organized
criminal (TOC), serta ancaman terhadap sumber daya laut dan
lingkungan, ancaman bahaya navigasi hingga ancaman kekerasan berupa
terorisme maritim, separatisme, dan lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan
kondisi geografis, perkembangan lingkungan strategis global dan regional, serta
semakin berkembangnya ancaman yang dihadapi oleh Indonesia, maka diperlukan
suatu konsep pertahanan negara di laut yang kuat sebagai cerminan kebijakan
politik Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan negara di laut
yang kuat diharapkan dapat terwujud sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh
Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
BAB II
ISI
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Garis pantainya terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika
Serikat dan Rusia. Enam puluh lima persen dari total 467 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia berada di pesisir. Pada 2010 populasi penduduk Indonesia
mencapai lebih dari 237 juta jiwa, dimana lebih dari 80% hidup di kawasan
pesisir.
Laut Indonesia dapat dirinci sebagai berikut:
![](file:///C:/Users/Power-Up/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Berdasarkan konvensi hukum laut (United Nations Convention on the Law of the
Sea/UNCLOS 1982), perairan dibagi dalam beberapa zona. Di dalam zona yang
sudah ditetapkan, suatu negara memiliki hak pemanfaatan penuh untuk mengolah
sumber daya yang ada. Namun, kewajiban dalam hal konservasi menjadi
tanggungjawab negara yang bersangkutan.
![](file:///C:/Users/Power-Up/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Gambar
pembagian zona perairan
Beberapa Istilah /Pengertian Wilayah
Pertahanan :
·
Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan
adalah badan yang dibentuk antara 2 (dua) negara yang berbatasan dan
menjalankan fungsinya secara khusus sesuai dengan memorandum kesepakatan.
·
Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau
tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang berhubungan satu sama lain demikian
eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan
satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap demikian.
·
Batas Landas Kontinen (BLK)
adalah daerah di bawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen,
sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal pinggiran luar
tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen
pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut
dari garis kedalaman (isobath) 2500 m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian
alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps),
ketinggian yang datar (banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).
·
Batas Laut Teritorial (BLT)
adalah garis batas dasar laut dan tanah di bawahnya, dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak maksimal 12 mil dari gurun pangkal teritorialnya
sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi
kontinen.
·
Batas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial.
Lebar ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal.
·
Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) adalah
zona pemanfaatan perikanan yang ditentukan secara khusus oleh dua negara atau
lebih berdasarkan perjanjian internasional.
·
Batas Zona Tambahan (BZT)
adalah batas jalur laut terletak sebelah luar dari batas terluar laut
teritorial dengan lebar maksimal 24 mil dari gurun pangkal suatu daerah di
dalam batas laut teritorial berjarak tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal
untuk mencegah pelanggaran peraturan perundangan bea cukai, fiskal, dan imigrasi.
·
Deliniasi adalah penarikan
garis batas sementara suatu wilayah atau suatu negara di atas peta.
·
Demarkasi adalah pembatasan
atau batas pemisah satu negara dengan negara lain yang bertetangga yang
ditandai dengan pemasangan patok di lapangan.
·
Garis Dasar adalah garis yang
menghubungkan dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar
normal.
·
Garis Dasar Lurus adalah garis
lurus yang menghubungkan dua titik awal yang berjarak tidak lebih dari 12 mil.
·
Garis Dasar Normal adalah garis
antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai.
·
Titik Acuan adalah titik tetap
di darat berupa pilar yang digunakan sebagai acuan penentuan titik awal.
·
Titik Awal adalah titik
koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar.
·
Pulau adalah suatu area daratan
yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi air dan selalu berada di atas air
pada saat air pasang.
·
Pulau terluar adalah pulau yang
terletak paling luar pada perairan yurisdiksi Republik Indonesia, dimana pulau
tersebut sebagai penetapan titik dasar (TD).
Beberapa sumber daya kelautan yang dapat dimanfaatkan
diantaranya:
1. Sumber daya
yang dapat diperbaharui diantaranya adalah ikan, terumbu karang, rumput laut,
hutan mangrove dan garam.
2. Sumber daya yang
tidak dapat diperbaharui diantaranya adalah minyak bumi, gas, hasil tambang dan
mineral.
3. Sumber
Energi: gelombang dan angin.
4. Transportasi,
komunikasi dan keindahan alam.
Sumber daya yang akhir-akhir ini menjadi sorotan
publik adalah minyak bumi. Sumur minyak sebagian besar menghasilkan minyak
mentah, dan terkadang ada juga kandungan gas alam di dalamnya. Karena
tekanan di permukaan bumi lebih rendah daripada di permukaan tanah, beberapa
gas akan keluar dalam bentuk campuran. Sumur gas sebagian besar menghasilkan
gas karena tekanan suhu dan tekanan di bawah tanah .
Minyak bumi diproduksi dan didistilasi menjadi
berbagai jenis frasksi sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini di
Indonesia, minyak bumi menjadi sumber energi yang paling besar, hampir setengah
dari konsumsi energi nasional ditopang oleh suplai minyak bumi.
Indonesia saat ini memiliki cadangan minyak sebesar
7,7 miliar barel. Angka ini terdiri dari 4,039 miliar barel cadangan proven dan
3,692 miliar barel cadangan berpotensi. Indonesia merupakan anggota OPEC,
sebagai salah satu pengekspor minyak bumi. Pada tahun 2008 Indonesia resmi
keluar dari keanggotaan OPEC karena produksi dalam negeri masih belum dapat
tercukupi. Rata-rata kebutuhan dalam negeri adalah 1,3 juta barel per
hari. Permintaan ini tidak diiringi dengan produksi minyak yang hanya sebesar
804.000 barel per hari. Upaya untuk mencari sumur produksi baru, para ahli
perminyakan berusaha mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produksi minyak
yang lebih maksimal. Cadangan minyak bumi terbesar di Indonesia terdapat di
Sumatera bagian tengah dengan nilai 3,847 miliar barel cadangan.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (SKK Migas) menyatakan kegiatan eksplorasi merupakan solusi
untuk menggenjot lifting atau produksi minyak bumi yang saat ini menurun.
Dalam APBD 2014 ditetapkan target lifting minyak sebesar 870.000 barel oil per
day (bopd). Namun, SKK Migas memperkirakan lifting tahun ini hanya dapat
tercapai sekitar 804.000 bopd.
2. 1 Konsep dan Strategi Pertahanan Negara di Laut
Sistem
pertahanan negara Indonesia disusun berdasarkan konsep geostrategi sebagai
negara kepulauan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, bahwa pertahanan negara disusun dengan mempertimbangkan
kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan negara
sendiri disusun dengan mengedepankan konsep pertahanan berlapis, yaitu konsep
pertahanan yang bertumpu pada keterpaduan antara lapis pertahanan militer dan
lapis pertahanan nirmiliter. Konsep pertahanan negara yang bersifat
pertahananan berlapis memiliki tujuan untuk penangkalan, mengatasi dan
menanggulangi ancaman militer atau nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi
perang berlarut. Fungsi penangkalan merupakan strategi yang dilaksanakan pada
masa damai, dan merupakan integrasi usaha pertahanan, yang mencakup instrumen
politik, ekonomi, psikologi, teknologi dan militer. Di dalam buku Strategi
Pertahanan Negara (Kementerian Pertahanan RI, 2007) disebutkan bahwa pada konsep
penangkalan terdapat dua macam strategi penangkalan, yaitu penangkalan dengan
cara penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan. Konsekuensi dari
pelaksanaan strategi penangkalan dengan cara penolakan ini adalah
pembangunan sistem pertahanan yang moderen berbasis alat utama sistem
senjata (alutsista) yang canggih dan andal serta mampu memiliki daya penggetar
(deterrence effect) yang kuat. Sementara penangkalan dengan cara pembalasan
dilaksanakan jika suatu negara tidak memiliki sistem pertahanan militer
berbasis alutsista ideal dan dilaksanakan dengan cara peperangan yang
berlarut menggunakan strategi gerilya. Dengan berbagai pertimbangan, maka
strategi penangkalan Indonesia merupakan gabungan dari penangkalan dengan
cara penolakan dan dengan cara pembalasan berupa pertahanan melingkar
multilapis dengan pusat kekuatan dukungan rakyat atas peran TNI sebagai
kekuatan utama. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), sebagai
bagian dari TNI, memiliki peran, tugas dan fungsi sebagai penangkal
terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar
dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa (Bab IV pasal 6 ayat (1) UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI).
Dalam pelaksanaan peran, tugas dan fungsi yang telah diamanatkan oleh
undang-undang tersebut, TNI AL memiliki doktrin yang dikenal sebagai doktrin
Eka Sasana Jaya yang merupakan turunan dari doktrin TNI yaitu TRIDEK (Tri
Dharma Eka Karma). Di dalam doktrin tersebut tercantum konsep pertahanan
negara di laut yang meliputi segala upaya pertahanan yang bersifat semesta
dengan mengikut sertakan seluruh warga negara dalam usaha pertahanan negara di
dan atau lewat laut. Strategi yang dilaksanakan untuk mendukung pertahanan
negara di laut sendiri dijabarkan dalam suatu konsep Strategi Pertahanan Laut
Nusantara (SPLN) yang merupakan bagian integral dari Strategi Pertahanan
Nusantara. Prinsip SPLN ditata di atas tiga pilar yang saling terkait, yaitu
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, pertahanan mendalam
(defence-in-depth) dan penangkalan. Strategi Pertahanan Laut Nusantara
merupakan doktrin perang laut TNI AL yang dipakai sebagai pedoman dalam
melaksanakan tugas dan fungsi TNI AL sebagai bagian dari komponen utama
pertahanan negara. Sasaran yang ingin dicapai oleh SPLN adalah tercegahnya
niat dari pihak-pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah NKRI, tertanggulanginya setiap bentuk ancaman aspek laut serta berbagai
bentuk gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan bersenjata di wilayah
NKRI, hingga terciptanya kondisi laut yurisdiksi nasional yang terkendali
(termasuk ketiga alur laut kepulauan). Untuk mewujudkan ketiga sasaran
tersebut, diterapkan strategi pertahanan laut nusantara, yaitu :
a. Strategi
Penangkalan (Deterrence Strategy). Dilaksanakan melalui diplomasi angkatan
laut, kehadiran di laut, serta pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AL.
b. Strategi
Pertahanan Berlapis (Layer Defence Strategy). Dilaksanakan pada masa
perang dengan mengedepankan pola operasi tempur laut gabungan matra laut
dan udara dengan mengerahkan seluruh kekuatan komponen maritim.
c. Strategi
Pengendalian Laut (Sea Control Strategy). Dilaksanakan untuk menjamin penggunaan laut bagi kekuatan sendiri, mencegah penggunaan laut oleh
lawan serta meniadakan seluruh ancaman aspek laut dari dalam negeri dengan pola
Operasi Laut sehari-hari.
Penyelenggaraan
strategi penangkalan melalui diplomasi angkatan laut (naval diplomacy) dilaksanakan dengan menggunakan pola operasi
muhibah ke negara-negara lain, contohnya operasi Kartika Jala Krida (KJK) kadet
Akademi TNI AL menggunakan KRI Dewaruci maupun Port Visit KRI dalam rangka
pelaksanaan latihan bersama dengan negara sahabat, serta menggunakan pola
operasi perdamaian dunia (peace keeping
operation), contohnya pengerahan KRI Diponegoro-365 dan KRI Frans
Kaiseipo-368 yang tergabung dalam Maritime Task Force UNIFIL dalam rangka misi
perdamaian PBB di Lebanon. Sementara strategi penangkalan melalui kehadiran di
laut diselenggarakan dengan menggunakan pola operasi kehadiran di laut (naval presence) melalui pameran bendera
atau unjuk kekuatan (show of force).
Penggunaan strategi pengendalian laut juga digunakan dalam rangka pelaksanaan
fungsi penangkalan dalam konsep pertahanan negara. Penyelenggaraan
strategi pengendalian laut dilaksanakan dengan pola operasi Siaga Tempur Laut,
yang dilaksanakan pada wilayah yang memiliki potensi konflik atau disebut juga
perairan rawan selektif seperti perairan Ambalat. Pola operasi lainnya dalam
strategi ini yaitu operasi laut sehari-hari dalam bentuk operasi keamanan laut
dan operasi bantuan, seperti operasi tanggap bencana tsunami di Aceh dan
Mentawai. Dalam Peraturan Kasal mengenai kebijakan dasar pembangunan kekuatan
TNI AL menuju kekuatan pokok minimum (minimum
essential force) tahun 2009 disebutkan pula bahwa operasi pemutusan
garis perhubungan lawan adalah termasuk salah satu pola operasi dalam rangka
pelaksanaan strategi pengendalian laut. Namun pola operasi ini
dilaksanakan pada masa perang dan bukan pada masa damai. Terdapat
beberapa teori yang dipakai sebagai dasar penyusunan konsep pertahanan negara
di laut dengan penggunaan SPLN. Teori strategi perang yang telah ada selama
ratusan tahun, seperti teori seni perang Sun Tzu mengenai musuh, logistik
hingga strategic positions dan lain
sebagainya, merupakan basis yang digunakan dalam setiap doktrin perang maupun
pertahanan negara di dunia. Namun teori-teori mengenai keangkatan lautan
yang menjadi basis utama penetapan doktrin perang laut TNI AL yaitu SPLN. Teori
Alfred Thayer Mahan seperti tercantum dalam bukunya The Influence of Sea Power Upon History (1890) merupakan teori
klasik yang digunakan dalam membentuk konsep pertahanan negara di laut.
Demikian pula teori dari Sir Julian Corbett mengenai fleet-in-being, support diplomacy, dan command of the sea, turut mempengaruhi SPLN. Sementara teori
trinitas peran angkatan laut dari Ken Booth (military,
constabulary, diplomacy) turut memberikan sumbangsih pemikiran dalam
penerapan strategi penangkalan sebagai bagian dari fungsi penangkalan dalam
konsep pertahanan negara di laut. Melihat dari penjelasan di atas mengenai
konsep pertahanan negara di laut dan teori yang mendukungnya, maka menjadi
pertanyaan apakah teori yang dibangun pada awal abad ke-19 dan 20 masih tetap
relevan pada masa kini yang dihadapkan pada spektrum ancaman yang semakin
beragam seiring dengan perkembangan lingkungan strategis global maupun
regional. Oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan menggunakan pendekatan
analisis ancaman terhadap teori yang mendasari pembangunan konsep pertahanan
negara di laut.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
Konsep dan strategi pertahanan negara di laut juga
didukung oleh teori-teori strategi peperangan yang relevan. Spektrum ancaman
yang semakin dinamis yang disebabkan oleh konstelasi geografis Indonesia dan
perkembangan lingkungan strategis global dan regional telah mampu dijawab oleh
strategi pertahanan negara yang dituangkan baik dalam peraturan perundangan
nasional maupun doktrin pertahanan negara. Namun demikian beberapa
kelemahan terdapat dalam konsep pertahanan negara di laut, yaitu strategi yang
diterapkan dengan memakai asumsi kekuatan optimal yang masih belum sesuai
dengan kenyataan di lapangan. Belum juga terdapat rencana cadangan (contigency plan) dalam konsep
pertahanan negara di laut tersebut. Laporan Puskodal Guskamlaarmabar
berdasarkan kompilasi laporan International Maritime Beaureau (IMB) pada
2005-2011. Sehingga, untuk mengatasi kelemahan yang ada, disarankan agar
peremajaan dan pengadaan alutsista TNI AL dipercepat. Hal ini untuk
menjamin bahwa strategi penangkalan dengan cara penolakan dapat dilaksanakan.
Demikian juga pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI AL, seperti pengembangan
pangkalan TNI AL yang ada agar mampu memberikan dukungan terhadap pelaksanaan
operasi laut, agar dapat diwujudkan sehingga kebijakan pemerintah dalam bidang
pertahanan negara dapat terlaksana secara konkrit.
SUMBER
Kementerian Pertahanan RI. (2007). Strategi Pertahanan
Negara. Jakarta: Author. Kementerian Pertahanan RI. (2008). Buku Putih
Pertahanan Indonesia.Jakarta: Author. Konsepsi Strategi Pertahanan Laut
Nusantara.(1994). Jakarta: Mabesal.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004
Tentang Tentara Nasional Indonesia
.
No comments:
Post a Comment