Tuesday, January 27, 2015

Balada Handbody 1 Liter

Kamis, 31 Juli 2014

Sayup-sayup gw denger suara gaduh. Gw buka mata perlahan-lahan, hmm ngintip dikit ternyata mamake lagi menyanyikan lagu kebangsaan gara-gara ade gw dibangunin dari subuh tapi ga mau bangun. 

"Ini jam berapa ya?" 

Mata masih terpejam, tapi tangan gerayangan ke sekitar kasur nyari HP. Gw cari di bawah bantal, di deket kaki, di samping kanan, samping kiri kok ngga ada ya? Dengan berat hati akhirnya gw melek dan melongok (melongok bahasa apaan ya?) ke bawah kasur, ternyata eh ternyata dia sudah terkapar disitu. Gw ambillah, gw cek, oh alhamdulillah masih nyala. Gw liat jam, "Hah baru setengah delapan?" haaaaaaaaahhhh gw gogoleran lagi di kasur sambil peluk guling dengan backsound yang masih sama (lagu kebangsaan). 

Coba meremin mata, baca doa tidur tapi usaha gw gagal *fyiiuuhh* mata ini tak ingin terpejam hiks. Akhirnya gw ambil HP, buka path tapi nampaknya belum banyak aktifitas yang dilakukan teman-teman gw di dunia path. Close tab, terus gw buka instagram yaaa isinya online shop sfs semua, bosen gw buka BBM liat recent update sama seperti sosmed yang lain belum banyak aktifitas. Ga terasa hampir 1 jam gw leyeh-leyeh di kasur sambil main HP, HP gw pun lowbat.  Yaudah berhenti maen HP, bangun, beresin kasur, charge HP, ke kamar mandi, duduk di depan TV.

"Yes! Masih ada Masha and The Bear kartun favorit gw :D" 

Hampir setiap hari gw nonton itu hehhehe, padahal episode nya diulang-ulang melulu tapi gw sukaaaaaaa :D

"Urrooooo uroooooo" teriak Masha kegirangan :D

Masha yang teriak-teriak, gue yang kegirangan hahaha. Lucu sih gemesin banget >.< padahal kalo kata kakak gue "Film anak bandel kok ditonton, episodenya diulang-ulang mulu lagi"

"Yeeee biarin aja, yang penting kan lucu!" bantah gue.

Eh tiba-tiba, yaaaah Masha and The Bear nya habis :(

Yowis mending aku wis mandi ae lah.

Jebur... jeburrr... gebyurrr... gebyurrrrr... 

**20 menit kemudian**

Emang 20 menit? kayaknya lebih, yaudah lah kira-kira segitu hahaha.

Setelah mandi, layaknya kebiasaan manusia pada umumnya yaitu pakai baju. Ga usah diceritain detail juga yak, bisa digugat nanti blog gue :|

Singkat cerita setelah pakai baju, seperti cewek pada umumnya gue juga pakai handbody. Oiya ya kan handbody gue habis dan hari ini gue emang mau belanja bulanan juga.

Pakai baju udah, kerudungan udah, rok udah, ngaca udah, tinggal cusssss kita ke supermarket. 

Brum.. brum.. *ceritanya naik mobil (angkot)*

"Kiri bang", kata gue saat udah dekat dengan TKP

nyiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttt *suara rem angkotnya* *maaf agak didramatisir* hahaha

trus gue bayar, trus pake jurus menghilang biar cepet sampe ke dalam supermarket *ting* (kemudian hilang)

Ambil keranjang, pilih2 yang mau dibeli, hmm namanya juga cewek calon ibu-ibu yang tadinya ga niat beli karena lagi diskon jadi beli. Kebetulan nih ada produk baru handbody yang lagi diskon juga. Gue muter-muter di koridor itu memperhatikan dengan seksama, handbody 1000 ml dengan harga yang menurut gue lumayan murah yaitu harganya 39.900 padahal produk sejenis dengan harga segitu biasanya cuma dapat 400 ml. Tapi gue masih bingung, ada beberapa varian, hmm pilih yang mana ya? gue baca satu persatu mana yang paling cocok dengan kebutuhan gue gue *tsaaaahhhh* 

Setelah berpikir sekian lama akhirnya gue memutuskan untuk mengambil yang varian royal jelly madu.

Seperti biasa, kalo belanja rasanya ga afdol kalo ga melintasi setiap koridornya dengan mata yang tetap fokus apakah ada yang diskon? hahahahaha.

Puas mengelilingi semua koridor, kaki mulai minta dicopotin (baca: pegel) gue pun menuju kasir, bayar, cussss pulang.


**Keesokan harinya**

Bangun pagi, gue ga sabar pengen nyobain handbody yang kemarin gue beli yaitu handbody goat milk. Karena hal itulah akhirnya gue jadi semangat mandi pagi :p wkekekekek

Setelah mandi gue coba pakai handbody itu, oles-oles ke tangan kanan hmmm 

"kok gini ya", pikir gue.

coba oles-oles lagi ke tangan kiri

"kok lengket-lengket gini sih", gumam gue sendiri.

"ah mungkin karena ini handbody goat milk", gue jawab sendiri.

"halal ga tuh?", celetuk mamake yang daritadi dengerin gue ngoceh sendiri.

"halal kok, ini produk Malaysia", jawab gue sambil lihat-lihat kemasannya.

"Oiya ya, halal ga ya?", kata gue dalam hati sambil nyari label halalnya.

Waduh ga ada label halalnya. Ah tapi gapapalah, eh tapi ngeri juga ya, kalo ada campuran minyak bab* nya gimana?

Nah dari situ gue baca perlahan-lahan mulai dari komposisi dari handbody tersebut. Gue baca tapi sepertinya tidak ada yang mengindikasikan bahwa produk tersebut mengandung yang haram.

Iseng-iseng gue baca semua labelnya dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, melingkar, putar-putar, jungkir balik.

JLEBBBBBBBBBBBBBB

Kenapa da?

Aku rapopo, tapi hanya seperti ada yang salah dengan mata saya.

OMG HELLAAAAAAWWWWWWWWW :O

Am I wrong?

Baca lagi.... baca lagi.....

Masa iya salah sih 

hmmmmmm



(to be continue)




Jangan Lupa Bahagia



Tiba-tiba kangen sama blog ini, hehehe. Sudah terlalu lama ditinggalkan dan hanya diisi dengan tugas-tugas softskill.

Bahagia itu sederhana, sesederhana kita masih bisa bernafas saat pagi hari setelah terlelap semalaman. Sesederhana kita masih memiliki orang tua, sesederhana kita memiliki banyak saudara, sesederhana kita masih sehat wal'afiat, sesederhana kita masih dapat melakukan aktifitas sebagaimana mestinya dan sesederhana kita masih ingat bahwa Allah sangat menyayangi kita.

Untuk berbahagia itu tidak memerlukan rumus yang rumit, hanya perlu 1 kunci yaitu bersyukur. Bersyukur dalam keadaan bahagia itu pasti, dan bersyukur saat keadaan sulit itu perlu dicoba (walau sulit) Yang seringkali saya rasakan ketika berada dalam keadaan yang sulit, justru ada nikmat tersembunyi yaitu rasanya Allah semakin dekat dengan kita. Kadang juga saya berpikir mungkin saya sedang lupa dengan Allah, makanya Allah memberikan suatu cobaan agar saya kembali dekat dengan-Nya.

Bahagia itu tidak melulu tentang uang. Kalau kebanyakan mikirin uang malah nanti kita jadi tidak bahagia hehehe. 

Tips bahagia >> ingatlah apa yang kita punya, bukan yang kita tidak punya


Wednesday, January 21, 2015

TUGAS 2 SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI

STRATEGI PERTAHANAN NEGARA INDONESIA DI LAUT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN UNTUK MENJAGA KEDAULATAN DAN SUMBER DAYA ALAM KHUSUSNYA MINYAK BUMI


BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan letak yang strategis di antara dua benua dan dua samudera yaitu benua Asia dan Australia, serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Konstelasi geografis Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dinamika politik, ekonomi, dan keamanan nasional Indonesia. Letak strategis ini juga mengakibatkan Indonesia  berada pada persilangan jalur perdagangan dan pelayaran internasional, baik dari wilayah Pasifik dan Asia Timur menuju kawasan Timur Tengah, Afrika dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian, Indonesia menjadi wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan negara-negara pengguna jalur perdagangan.
Hal ini membawa konsekuensi logis yang berkenaan dengan  pertahanan dan keamanan negara di laut, yakni munculnya ancaman yang berpengaruh pada konsep dan strategi pertahanan negara yang timbul bukan saja disebabkan oleh konstelasi geografis Indonesia namun juga disebabkan oleh pengaruh globalisasi pasca Perang Dingin (Post-Cold War Era) maupun perkembangan lingkungan strategis yang terus berkembang secara dinamis.
Terdapat berbagai definisi ancaman dalam kaitannya dengan pertahanan maupun keamanan negara. Dalam kajian hubungan internasional (international relations studies),  beberapa teori menjelaskan mengenai definisi ancaman tersebut. Menurut Buzan dan Waever (1998), ancaman dalam kerangka keamanan sosietal terbagi menjadi dua, ancaman horisontal dan ancaman vertikal. Ancaman horisontal yaitu beberapa identitas yang saling bersaing dalam suatu kelompok sosial. Sementara, ancaman vertikal yaitu ancaman yang mengakibatkan identitas suatu kelompok sosial melemah pada titik terjadinya disintegrasi atau secara nyata terkekang oleh suatu kekuatan politik. Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya konflik horisontal maupun vertikal.
Sementara menurut Craig A. Snyder (1999), definisi ancaman dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda,  strategic studies  dan security studies. Menurut  strategic studies yaitu ancaman militer yang ditujukan terhadap suatu negara, sementara menurut security studies, ancaman yaitu ancaman non militer yang bukan saja ditujukan terhadap negara, namun juga terhadap non-state actors  maupun sub-state groups. Definisi ancaman juga dapat dilihat dengan jelas dalam Bab I Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang RI No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di mana disebutkan bahwa ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Jika dilihat dari beberapa definisi mengenai ancaman tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang umum (common factors) dari ancaman.
Pertama, ancaman ditujukan terhadap negara/kelompok sosial dan kedua, ancaman terhadap identitas negara/kelompok tersebut (termasuk terhadap bangsa/anggota kelompok sosial tersebut). Spektrum ancaman yang dapat timbul dan mengancam kedaulatan, keutuhan maupun keselamatan bangsa dan negara amat beragam. Dengan perkembangan lingkungan strategis  pasca Perang Dingin, spektrum ancaman bergeser dari tradisional (militer) ke non tradisional (nirmiliter) yang mengakibatkan bergesernya pula peperangan konvensional (conventional warfare ) ke peperangan inkonvensional (unconventional warfare) dan peperangan asimetris (asymetric warfare).
Perkembangan lingkungan strategis, baik global maupun regional tersebut turut mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan seperti terorisme, ancaman keamanan lintas negara, dan proliferasi senjata pemusnah massal. Berdasarkan konstelasi geografis Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas, maka isu-isu keamanan tersebut juga dapat terjadi di dan/atau lewat laut, termasuk juga isu keamanan maritim.
Beberapa ancaman yang teridentifikasi sebagai ancaman di dan/atau lewat laut dapat dibedakan menjadi ancaman potensial (perceived threat) seperti agresi militer asing, konflik dengan negara tetangga berkaitan dengan sengketa perbatasan, serta kehadiran militer asing di laut dengan dalih untuk mengamankan armada niaganya dan menghancurkan jaringan terorisme  jika Indonesia dianggap tidak bisa memberikan jaminan keamanan, dan ancaman faktual (real threat) seperti ancaman pelanggaran hukum dalam bentuk penyelundupan, illegal fishing , bajak laut (piracy), perompakan (sea robery), transnational organized criminal (TOC), serta ancaman terhadap sumber daya laut dan lingkungan, ancaman bahaya navigasi hingga ancaman kekerasan  berupa terorisme maritim, separatisme, dan lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan kondisi geografis, perkembangan lingkungan strategis global dan regional, serta semakin berkembangnya ancaman yang dihadapi oleh Indonesia, maka diperlukan suatu konsep pertahanan negara di laut yang kuat sebagai cerminan kebijakan politik Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan negara di laut yang kuat diharapkan dapat terwujud sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.




BAB II
ISI

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Garis  pantainya terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat dan Rusia. Enam puluh lima persen dari total 467 kabupaten/kota yang ada di Indonesia berada di pesisir. Pada 2010 populasi penduduk Indonesia mencapai lebih dari 237 juta jiwa, dimana lebih dari 80% hidup di kawasan pesisir.

Laut Indonesia dapat dirinci sebagai berikut: 
 Berdasarkan konvensi hukum laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982), perairan dibagi dalam beberapa zona. Di dalam zona yang sudah ditetapkan, suatu negara memiliki hak pemanfaatan penuh untuk mengolah sumber daya yang ada. Namun, kewajiban dalam hal konservasi menjadi tanggungjawab negara yang  bersangkutan.
     Gambar pembagian zona perairan
Beberapa Istilah /Pengertian Wilayah Pertahanan :
·         Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan adalah badan yang dibentuk antara 2 (dua) negara yang berbatasan dan menjalankan fungsinya secara khusus sesuai dengan memorandum kesepakatan.
·         Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang berhubungan satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap demikian.
·         Batas Landas Kontinen (BLK) adalah daerah di bawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).
·         Batas Laut Teritorial (BLT) adalah garis batas dasar laut dan tanah di bawahnya, dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak maksimal 12 mil dari gurun pangkal teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen.
·         Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial. Lebar ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal.
·         Batas Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries Zone/SFZ) adalah zona pemanfaatan perikanan yang ditentukan secara khusus oleh dua negara atau lebih berdasarkan perjanjian internasional.
·         Batas Zona Tambahan (BZT) adalah batas jalur laut terletak sebelah luar dari batas terluar laut teritorial dengan lebar maksimal 24 mil dari gurun pangkal suatu daerah di dalam batas laut teritorial berjarak tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal untuk mencegah pelanggaran peraturan perundangan bea cukai, fiskal, dan imigrasi.
·         Deliniasi adalah penarikan garis batas sementara suatu wilayah atau suatu negara di atas peta.
·         Demarkasi adalah pembatasan atau batas pemisah satu negara dengan negara lain yang bertetangga yang ditandai dengan pemasangan patok di lapangan.
·         Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.
·         Garis Dasar Lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal yang berjarak tidak lebih dari 12 mil.
·         Garis Dasar Normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai.
·         Titik Acuan adalah titik tetap di darat berupa pilar yang digunakan sebagai acuan penentuan titik awal.
·         Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar.
·         Pulau adalah suatu area daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi air dan selalu berada di atas air pada saat air pasang.
·         Pulau terluar adalah pulau yang terletak paling luar pada perairan yurisdiksi Republik Indonesia, dimana pulau tersebut sebagai penetapan titik dasar (TD).


Beberapa sumber daya kelautan yang dapat dimanfaatkan diantaranya:

1.    Sumber daya yang dapat diperbaharui diantaranya adalah ikan, terumbu karang, rumput laut, hutan mangrove dan garam.
2.    Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui diantaranya adalah minyak bumi, gas, hasil tambang dan mineral.
3.    Sumber Energi: gelombang dan angin.
4.    Transportasi, komunikasi dan keindahan alam.

Sumber daya yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik adalah minyak bumi. Sumur minyak sebagian besar menghasilkan minyak mentah, dan terkadang ada  juga kandungan gas alam di dalamnya. Karena tekanan di permukaan bumi lebih rendah daripada di permukaan tanah, beberapa gas akan keluar dalam bentuk campuran. Sumur gas sebagian besar menghasilkan gas karena tekanan suhu dan tekanan di bawah tanah .

Minyak bumi diproduksi dan didistilasi menjadi berbagai jenis frasksi sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini di Indonesia, minyak bumi menjadi sumber energi yang paling besar, hampir setengah dari konsumsi energi nasional ditopang oleh suplai minyak bumi.

Indonesia saat ini memiliki cadangan minyak sebesar 7,7 miliar barel. Angka ini terdiri dari 4,039 miliar barel cadangan proven dan 3,692 miliar barel cadangan berpotensi. Indonesia merupakan anggota OPEC, sebagai salah satu pengekspor minyak bumi. Pada tahun 2008 Indonesia resmi keluar dari keanggotaan OPEC karena produksi dalam negeri masih belum dapat tercukupi. Rata-rata kebutuhan dalam negeri adalah 1,3 juta  barel per hari. Permintaan ini tidak diiringi dengan produksi minyak yang hanya sebesar 804.000 barel per hari. Upaya untuk mencari sumur produksi baru, para ahli perminyakan berusaha mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produksi minyak yang lebih maksimal. Cadangan minyak bumi terbesar di Indonesia terdapat di Sumatera bagian tengah dengan nilai 3,847 miliar barel cadangan.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menyatakan kegiatan eksplorasi merupakan solusi untuk menggenjot lifting atau  produksi minyak bumi yang saat ini menurun. Dalam APBD 2014 ditetapkan target lifting minyak sebesar 870.000 barel oil per day (bopd). Namun, SKK Migas memperkirakan lifting tahun ini hanya dapat tercapai sekitar 804.000 bopd.




 2. 1  Konsep dan Strategi  Pertahanan Negara di Laut
Sistem pertahanan negara Indonesia disusun berdasarkan konsep geostrategi sebagai negara kepulauan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, bahwa pertahanan negara disusun dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan negara sendiri disusun dengan mengedepankan konsep pertahanan berlapis, yaitu konsep pertahanan yang bertumpu pada keterpaduan antara lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter. Konsep pertahanan negara yang bersifat pertahananan berlapis memiliki tujuan untuk penangkalan, mengatasi dan menanggulangi ancaman militer atau nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi perang berlarut. Fungsi penangkalan merupakan strategi yang dilaksanakan pada masa damai, dan merupakan integrasi usaha pertahanan, yang mencakup instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi dan militer. Di dalam buku Strategi Pertahanan Negara (Kementerian Pertahanan RI, 2007) disebutkan bahwa pada konsep penangkalan terdapat dua macam strategi penangkalan, yaitu penangkalan dengan cara penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan. Konsekuensi dari pelaksanaan strategi penangkalan dengan cara penolakan ini adalah  pembangunan sistem pertahanan yang moderen berbasis alat utama sistem senjata (alutsista) yang canggih dan andal serta mampu memiliki daya penggetar (deterrence effect) yang kuat. Sementara penangkalan dengan cara pembalasan dilaksanakan jika suatu negara tidak memiliki sistem pertahanan militer berbasis alutsista ideal dan dilaksanakan dengan cara peperangan yang  berlarut menggunakan strategi gerilya. Dengan berbagai pertimbangan, maka strategi  penangkalan Indonesia merupakan gabungan dari penangkalan dengan cara penolakan dan dengan cara pembalasan berupa pertahanan melingkar multilapis dengan pusat kekuatan dukungan rakyat atas peran TNI sebagai kekuatan utama. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), sebagai bagian dari TNI, memiliki  peran, tugas dan fungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman  bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan  bangsa (Bab IV pasal 6 ayat (1) UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI). Dalam pelaksanaan  peran, tugas dan fungsi yang telah diamanatkan oleh undang-undang tersebut, TNI AL memiliki doktrin yang dikenal sebagai doktrin Eka Sasana Jaya yang merupakan turunan dari doktrin TNI yaitu TRIDEK (Tri Dharma Eka Karma). Di dalam doktrin tersebut tercantum konsep  pertahanan negara di laut yang meliputi segala upaya pertahanan yang bersifat semesta dengan mengikut sertakan seluruh warga negara dalam usaha pertahanan negara di dan atau lewat laut. Strategi yang dilaksanakan untuk mendukung pertahanan negara di laut sendiri dijabarkan dalam suatu konsep Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang merupakan bagian integral dari Strategi Pertahanan Nusantara. Prinsip SPLN ditata di atas tiga pilar yang saling terkait, yaitu sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, pertahanan mendalam (defence-in-depth) dan  penangkalan. Strategi Pertahanan Laut Nusantara merupakan doktrin perang laut TNI AL yang dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi TNI AL sebagai bagian dari komponen utama pertahanan negara. Sasaran yang ingin dicapai oleh SPLN adalah tercegahnya niat dari pihak-pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI, tertanggulanginya setiap bentuk ancaman aspek laut serta berbagai bentuk gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan bersenjata di wilayah NKRI, hingga terciptanya kondisi laut yurisdiksi nasional yang terkendali (termasuk ketiga alur laut kepulauan). Untuk mewujudkan ketiga sasaran tersebut, diterapkan strategi pertahanan laut nusantara, yaitu :
a.    Strategi Penangkalan (Deterrence Strategy). Dilaksanakan melalui diplomasi angkatan laut, kehadiran di laut, serta pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AL.  
b.    Strategi Pertahanan Berlapis (Layer Defence Strategy). Dilaksanakan pada masa  perang dengan mengedepankan pola operasi tempur laut gabungan matra laut dan udara dengan mengerahkan seluruh kekuatan komponen maritim.
c. Strategi Pengendalian Laut (Sea Control Strategy). Dilaksanakan untuk menjamin penggunaan laut bagi kekuatan sendiri, mencegah penggunaan laut oleh lawan serta meniadakan seluruh ancaman aspek laut dari dalam negeri dengan pola Operasi Laut sehari-hari.

Penyelenggaraan strategi penangkalan melalui diplomasi angkatan laut (naval diplomacy) dilaksanakan dengan menggunakan pola operasi muhibah ke negara-negara lain, contohnya operasi Kartika Jala Krida (KJK) kadet Akademi TNI AL menggunakan KRI Dewaruci maupun Port Visit KRI dalam rangka pelaksanaan latihan bersama dengan negara sahabat, serta menggunakan pola operasi perdamaian dunia (peace keeping operation), contohnya pengerahan KRI Diponegoro-365 dan KRI Frans Kaiseipo-368 yang tergabung dalam Maritime Task Force UNIFIL dalam rangka misi perdamaian PBB di Lebanon. Sementara strategi penangkalan melalui kehadiran di laut diselenggarakan dengan menggunakan pola operasi kehadiran di laut (naval presence) melalui pameran bendera atau unjuk kekuatan (show of force). Penggunaan strategi pengendalian laut juga digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi  penangkalan dalam konsep pertahanan negara. Penyelenggaraan strategi pengendalian laut dilaksanakan dengan pola operasi Siaga Tempur Laut, yang dilaksanakan pada wilayah yang memiliki potensi konflik atau disebut juga perairan rawan selektif seperti perairan Ambalat. Pola operasi lainnya dalam strategi ini yaitu operasi laut sehari-hari dalam bentuk operasi keamanan laut dan operasi bantuan, seperti operasi tanggap bencana tsunami di Aceh dan Mentawai. Dalam Peraturan Kasal mengenai kebijakan dasar pembangunan kekuatan TNI AL menuju kekuatan  pokok minimum (minimum essential force) tahun 2009 disebutkan pula bahwa operasi  pemutusan garis perhubungan lawan adalah termasuk salah satu pola operasi dalam rangka  pelaksanaan strategi pengendalian laut. Namun pola operasi ini dilaksanakan pada masa  perang dan bukan pada masa damai. Terdapat beberapa teori yang dipakai sebagai dasar penyusunan konsep pertahanan negara di laut dengan penggunaan SPLN. Teori strategi perang yang telah ada selama ratusan tahun, seperti teori seni perang Sun Tzu mengenai musuh, logistik hingga strategic positions dan lain sebagainya, merupakan basis yang digunakan dalam setiap doktrin perang maupun  pertahanan negara di dunia. Namun teori-teori mengenai keangkatan lautan yang menjadi basis utama penetapan doktrin perang laut TNI AL yaitu SPLN. Teori Alfred Thayer Mahan seperti tercantum dalam bukunya The Influence of Sea Power Upon History (1890) merupakan teori klasik yang digunakan dalam membentuk konsep pertahanan negara di laut. Demikian pula teori dari Sir Julian Corbett mengenai fleet-in-being, support diplomacy, dan command of the sea, turut mempengaruhi SPLN. Sementara teori trinitas peran angkatan laut dari Ken Booth (military, constabulary, diplomacy) turut memberikan sumbangsih pemikiran dalam penerapan strategi penangkalan sebagai bagian dari fungsi penangkalan dalam konsep pertahanan negara di laut. Melihat dari penjelasan di atas mengenai konsep pertahanan negara di laut dan teori yang mendukungnya, maka menjadi pertanyaan apakah teori yang dibangun pada awal abad ke-19 dan 20 masih tetap relevan pada masa kini yang dihadapkan pada spektrum ancaman yang semakin  beragam seiring dengan perkembangan lingkungan strategis global maupun regional. Oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan menggunakan pendekatan analisis ancaman terhadap teori yang mendasari pembangunan konsep pertahanan negara di laut.




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Konsep dan strategi pertahanan negara di laut juga didukung oleh teori-teori strategi peperangan yang relevan. Spektrum ancaman yang semakin dinamis yang disebabkan oleh konstelasi geografis Indonesia dan perkembangan lingkungan strategis global dan regional telah mampu dijawab oleh strategi pertahanan negara yang dituangkan baik dalam peraturan perundangan nasional maupun doktrin pertahanan negara.  Namun demikian beberapa kelemahan terdapat dalam konsep pertahanan negara di laut, yaitu strategi yang diterapkan dengan memakai asumsi kekuatan optimal yang masih belum sesuai dengan kenyataan di lapangan. Belum juga terdapat rencana cadangan (contigency plan) dalam konsep pertahanan negara di laut tersebut. Laporan Puskodal Guskamlaarmabar berdasarkan kompilasi laporan International Maritime Beaureau (IMB) pada 2005-2011. Sehingga, untuk mengatasi kelemahan yang ada, disarankan agar peremajaan dan  pengadaan alutsista TNI AL dipercepat. Hal ini untuk menjamin bahwa strategi penangkalan dengan cara penolakan dapat dilaksanakan. Demikian juga pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI AL, seperti pengembangan pangkalan TNI AL yang ada agar mampu memberikan dukungan terhadap pelaksanaan operasi laut, agar dapat diwujudkan sehingga kebijakan pemerintah dalam bidang pertahanan negara dapat terlaksana secara konkrit.





SUMBER


Kementerian Pertahanan RI. (2007). Strategi Pertahanan Negara. Jakarta: Author. Kementerian Pertahanan RI. (2008).  Buku Putih Pertahanan Indonesia.Jakarta: Author. Konsepsi Strategi Pertahanan Laut Nusantara.(1994). Jakarta: Mabesal.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia
.





Tuesday, January 20, 2015

TUGAS 1 SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI

MENGAPA KOPERASI BELUM BISA MENJADI SOKOGURU DI INDONESIA?


1.1  Pengertian Koperasi
Istilah koperasi berasal dari bahasa asing co-operation. (Co = bersama, operation = usaha), koperasi berarti usaha bersama, misalnya Koperasi Unit Desa (KUD) artinya usaha bersama masyarakat di satu wilayah desa, Koperasi Karyawan artinya usaha bersama para karyawan.
Menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian, Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (pasal 3 UU No.12/1967).
Koperasi merupakan kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Koperasi harus betul-betul mengabdi kepada kepentingan perikemanusiaan semata-mata dan bukan kepada kebendaan. Perbedaan antara koperasi dan badan usaha lain, dapat digolongkan sebagai berikut : 

a.    Dilihat dari segi organisasi
Koperasi adalah organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama bagi para anggotanya. Dalam melaksanakan usahanya, kekuatan tertinggi pada koperasi terletak di tangan anggota, sedangkan dalam badan usaha bukan koperasi, anggotanya terbatas kepada orang yang memiliki modal dan dalam melaksanakan kegiatannya kekuasaan tertinggi berada pada pemilik modal usaha.

b.    Dilihat dari segi tujuan usaha
Koperasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bagi para anggotanya dengan melayani anggota seadil-adilnya, sedangkan badan usaha bukan koperasi pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

c.    Dilihat dari segi sikap hubungan usaha
Koperasi senantiasa mengadakan koordinasi atau kerja sama antara koperasi satu dan koperasi lainnya, sedangkan badan usaha bukan koperasi sering bersaing satu dengan lainnya.
d.    Dilihat dari segi pengelolahan usaha
Pengelolahan usaha koperasi dilakukan secara terbuka, sedangkan badan usaha bukan koperasi pengelolahan usahanya dilakukan secara tertutup.


1.2  Ciri-ciri Koperasi
Beberapa ciri dari koperasi ialah :
  1. Sifat sukarela pada keanggotannya.
  2. Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
  3. Koperasi bersifat nonkapitalis.
  4. Kegiatannya berdasarkan pada prinsip swadaya (usaha sendiri), swakerta (buatan sendiri), swasembada (kemampuan sendiri).
  5. Perkumpulan orang.
  6. Pembagian keuntungan menurut perbandingan jasa. Jasa modal dibatasi.
  7. Tujuannya meringankan beban ekonomi anggotanya, memperbaiki kesejahteraan anggotanya, pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
  8. Modal tidak tetap, berubah menurut banyaknya simpanan anggota.
  9. Tidak mementingkan pemasukan modal/pekerjaan usaha tetapi keanggotaan pribadi dengan prinsip kebersamaan.
  10. Dalam rapat anggota tiap anggota masing-masing satu suara tanpa memperhatikan jumlah modal masing-masing.
  11. Setiap anggota bebas untuk masuk/keluar (anggota berganti) sehingga dalam koperasi tidak terdapat modal permanen.
  12. Seperti halnya perusahaan yang terbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka Koperasi mempunyai bentuk Badan Hukum.
  13. Menjalankan suatu usaha.
  14. Penanggungjawab koperasi adalah pengurus.
  15. Koperasi bukan kumpulan modal beberapa orang yang bertujuan mencari laba sebesar-besarnya.
  16. Koperasi adalah usaha bersama kekeluargaan dan kegotong-royongan. Setiap anggota berkewajiban bekerja sama untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan para anggota.
  17. Kerugian dipikul bersama antara anggota. Jika koperasi menderita kerugian, maka para anggota memikul bersama. Anggota yang tidak mampu dibebaskan atas beban/tanggungan kerugian. Kerugian dipikul oleh anggota yang mampu.

Koperasi di Indonesia pada dasarnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

·           Koperasi adalah kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Artinya, koperasi mengabdi dan menyejahterakan anggotanya.
·           Semua kegiatan di dalam koperasi dilaksanakan dengan bekerja sama dan bergotong royong berdasarkan persamaan derajat, hak, dan kewajiban anggotanya yang berarti koperasi merupakan wadah ekonomi dan sosial.
·           Segala kegiatan di dalam koperasi didasarkan pada kesadaran para anggota, bukan atas dasar ancaman, intimidasi, atau campur tangan pihak-pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan koperasi.
·           Tujuan ideal koperasi adalah untuk kepentingan bersama para anggotanya.


1.3  Sejarah Koperasi
Salah satu gagasan ekonomi yang dalam beberapa waktu belakangan ini cukup banyak mengundang perhatian adalah mengenai 'ekonomi kerakyatan'. Di  tengah-tengah himpitan krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia, serta maraknya perbincangan mengenai globalisasi dan globalisme dalam pentas wacana ekonomi-politik dunia, kehadiran ekonomi kerakyatan dalam pentas wacana ekonomi-politik Indonesia memang terasa cukup menyegarkan. Akibatnya, walau pun penggunaan ungkapan itu dalam kenyataan sehari-hari cenderung tumpang tindih dengan ungkapan ekonomi rakyat, ekonomi kerakyatan cenderung dipandang seolah-olah merupakan gagasan baru dalam pentas ekonomi-politik di Indonesia.

Kesimpulan seperti itu tentu tidak dapat dibenarkan. Sebab bila ditelusuri ke belakang dengan mudah dapat diketahui bahwa perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan sesungguhnya telah berlangsung jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Pada mulanya adalah Bung Hatta, di tengah-tengah dampak buruk depresi ekonomi dunia yang tengah melanda Indonesia, yang menulis sebuah artikel dengan judul Ekonomi Rakyat di harian Daulat Rakyat (Hatta, 1954). Dalam artikel yang diterbitkan tanggal 20 Nopember 1933 tersebut, Bung Hatta secara jelas mengungkapkan kegusarannya dalam menyaksikan kemerosotan kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia Belanda.

Yang dimaksud dengan ekonomi rakyat oleh Bung Hatta ketika itu tentu tidak lain dari ekonomi kaum pribumi atau ekonomi penduduk asli Indonesia. Dibandingkan dengan ekonomi kaum penjajah yang berada di lapisan atas, dan ekonomi warga timur asing yang berada di lapisan tengah, ekonomi rakyat Indonesia ketika itu memang sangat jauh tertinggal. Sedemikian mendalamnya kegusaran Bung Hatta menyaksikan penderitaan rakyat pada masa itu, maka tahun 1934 beliau kembali menulis sebuah artikel dengan nada serupa. Judulnya kali ini adalah Ekonomi Rakyat Dalam Bahaya (Hatta, 1954). Dari judulnya dengan mudah dapat diketahui betapa semakin mendalamnya kegusaran Bung Hatta menyaksikan kemerosotan ekonomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia Belanda.

Tetapi sebagai seorang ekonom yang berada di luar pemerintahan, Bung Hatta tentu tidak bisa berbuat banyak untuk secara langsung mengubah kebijakan ekonomi pemerintah. Untuk mengatasi kendala tersebut, tidak ada pilihan lain bagi Bung Hatta kecuali terjun secara langsung ke gelanggang politik. Dalam pandangan Bung Hatta, perbaikan kondisi ekonomi rakyat hanya mungkin dilakukan bila kaum penjajah disingkirkan dari negeri ini. Artinya bagi Bung Hatta, perjuangan merebut kemerdekaan sejak semula memang diniatkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Walaupun demikian, sebagai seorang ekonom pejuang, tidak berarti Bung Hatta serta merta meninggalkan upayanya untuk memperkuat ekonomi rakyat melalui perjuangan ekonomi. Tindakan konkret yang dilakukan Bung Hatta untuk memperkuat ekonomi rakyat ketika itu adalah dengan menggalang kekuatan ekonomi rakyat melalui pengembangan koperasi. Terinspirasi oleh perjuangan kaum buruh dan tani di Eropa, Bung Hatta berupaya sekuat tenaga untuk mendorong pengembangan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
Sebagaimana terbukti kemudian, kepedulian Bung Hatta terhadap koperasi tersebut berlanjut jauh setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Hal itu antara lain disebabkan oleh kesadaran Bung Hatta bahwa perbaikan kondisi ekonomi rakyat tidak mungkin hanya disandarkan pada proklamasi kemerdekaan. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat harus terus dilanjutkan dengan mengubah struktur ekonomi Indonesia dari sebuah perekonomian yang berwatak kolonial menjadi sebuah perekonomian nasional. Sebagaimana dikemukakan Bung Karno, yang dimaksud dengan ekonomi nasional adalah sebuah perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya peran serta rakyat banyak dalam penguasaan modal atau faktor-faktor produksi di tanah air (lihat Weinsten, 1976).

Kesadaran-kesadaran seperti itulah yang menjadi titik tolak perumusan pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan pasal tersebut, "Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi."

Dalam kutipan penjelasan Pasal 33 UUD 1945 tersebut, ungkapan ekonomi kerakyatan memang tidak ditemukan secara eksplisit. Ungkapan konsepsional yang ditemukan dalam penjelasan Pasal 33 itu adalah mengenai 'demokrasi ekonomi'. Walaupun demikian, mengacu pada definisi kata 'kerakyatan' sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta (Hatta, 1932), serta penggunaan kata kerakyatan pada sila keempat Pancasila, tidak terlalu sulit untuk disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi kerakyatan sesungguhnya tidak lain dari demokrasi ekonomi sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 itu. Artinya, ekonomi kerakyatan hanyalah ungkapan lain dari demokrasi ekonomi (Baswir, 1995). Ekonomi Kerakyatan dan Bung Hatta.
Perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi memang tidak dapat dipisahkan dari Bung Hatta. Sebagai Bapak Pendiri Bangsa dan sekaligus sebagai seorang ekonom pejuang, Bung Hatta tidak hanya telah turut meletakkan dasar-dasar penyelenggaraan sebuah negara merdeka dan berdaulat berdasarkan konstitusi. Beliau juga memainkan peranan yang sangat besar dalam meletakkan dasar-dasar penyelenggaraan perekonomian nasional berdasarkan ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi. Bahkan, sebagai Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta lah yang secara konsisten dan terus menerus memperjuangkan tegaknya kedaulatan ekonomi rakyat dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia.

Ketika krisis ekonomi pada masa orde baru yang sempat meluas menjadi kerusuhan sosial dan politik itu, bermuara pada melambungnya harga berbagai kebutuhan pokok rakyat, ditutupnya 16 bank atas perintah Dana Moneter Internasional (MF), bangkrutnya sejumlah perusahaan, dan meluasnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara nasional. Bahkan menyusul penerbitan obligasi rekapitalisasi sebesar Rp 650 trilyun sebagaimana dikemukakan tadi, pemerintah Indonesia secara resmi terpuruk ke dalam perangkap utang dalam dan luar negeri sebesar Rp l.300 trilyun. Di tengah-tengah situasi seperti itu, yaitu dengan berlangsungnya proses sistematis sosialisasi beban ekonomi negara kepada rakyat banyak, kondisi perekonomian rakyat dengan sendirinya terpuruk semakin dalam. Substansi Ekonomi Kerakyatan.
Pertanyaannya, urgensi apakah sesungguhnya yang mendorong mencuatnya kembali perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan dalam beberapa tahun belakangan ini? Adakah hal itu merupakan pertanda bahwa gagasan ekonomi kerakyatan akan kembali menunjukkan taringnya dalam pergulatan pemikiran ekonomi di Indonesia? Ataukah ia hanya akan singgah sebentar untuk kemudian pergi kembali tanpa meninggalkan bekas apa-apa? Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya bila substansi ekonomi kerakyatan dikemukakan secara singkat. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, landasan konstitusional sistem ekonomi kerakyatan adalah Pasal 33 UUD 1945.
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawali pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945 itu, dapat disaksikan bahwa substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.
Pertama, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional ini menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam menikmati hasil produksi nasional. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."
Kedua, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Artinya dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
Ketiga, kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walaupun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat.
Unsur ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang ketiga tersebut kiranya perlu digarisbawahi. Sebab unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itulah yang mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Perlu diketahui, yang dimaksud dengan modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan modal material, misalnya, negara tidak hanya wajib mengakuidan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.
Sehubungan dengan modal intelektual, negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersialkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya.
Sementara itu, sehubungan dengan modal institusional, sepertinya tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk. berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk mendirikan koperasi.
Bertolak dari uraian tersebut, dapat disaksikan bahwa tujuan utama ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:

  1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
  2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak teriantar.
  3. Terdistribusikannya kepemilikan modal materiaJ secata relatif meratadi antara anggota masyarakat.
  4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
  5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

Sejalan dengan itu, sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.

Walau pun demikian, sama sekali tidak benar jika dikatakan bahwa system ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggarakan melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan (lihat Dahl, 1992).
Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi (Hatta, 1954, hal. 218). Sehubungan dengan itu, Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta, berulangkali menegaskan bahwa pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama" (Ibid, hal. 203}.
Penegasan seperti itu diuraikan lebih lanjut oleh Bung Hatta dengan mengemukakan beberapa contoh, "Misalnya koperasi menggaji bumh untuk menyapu ruangan bekerja, supaya anggota-anggota yang bekerja jangan terganggu kesehatannya oleh debu. Umpamanya pula koperasi menggaji instruktur untuk mengajar dan memberi petunjuk tentang cara mengerjakan administrasi dan pembukuan kepada anggota yang diserahi dengan pekerjaan itu. Sungguh pun demikian, juga terhadap mereka yang memburuh itu, yang mengerjakan pekerjaan kecil-kecil, koperasi harus membuka kesempatan untuk menjadi anggota. Bukan corak pekerjaan yang dikerjakan yang menjadi ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing" (Ibid., hal. 215).
Berdasarkan ilustrasi Bung Hatta itu, kiranya jelas karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.

Pendek kata, dengan diangkatnya ekonomi kerakyatan sebagai prinsip penyelenggaraan ekonomi Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak sistem perekonomian yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pada tingkat makro. la juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang sepatutya dikembangkan pada tingkat mikro. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang, hanya dapat dilakukan dengan menerapkan dan mengamalkan prinsip tersebut.




2.1 Pembahasan
Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah bentuk badan usaha yang sangat prospektif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru malah mengalami kemunduran. Pasang-surut Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Saat ini pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit berkembang?” Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bisa dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”. 
Berikut merupakan beberapa jawaban dari pertanyaan “Mengapa Koperasi sulit berkembang?” :
1.    Kurangnya Partisipasi Anggota 
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau mengerti saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya, karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar. 
2.    Sosialisasi Koperasi 
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikannya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggotanya sendiri terhadap pengurus.
3.    Manajemen 
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik. Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. 
4.    Permodalan 
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan faktor produksi, khususnya permodalan. Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu.  Untuk mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag selaku leading sektor terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha. 
5.    Sumber Daya Manusia 
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya. Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya kontrol yang ketat dari para anggotanya. Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.

6.    Kurangnya Kesadaran Masyarakat 
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down), artinya koperasi berkembang di Indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.

7. “Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak bisa maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana-dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus menerus menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasannya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.


8. Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa-jasa yang diberikan tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa yang kita pikirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah tanpa syarat yang sangat sulit. Sebenarnya secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2 masalah, yaitu :
A. Permasalahan Internal
  • Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
  • Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
  • Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
  • Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
  • Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
  • Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
  • Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
B.  Permasalahan eksternal
  • Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
  • Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
  • Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
  • Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
  1. Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan ciri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
  2. Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
  3. Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
  4. Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.

Pendapat dari beberapa orang tentang “Mengapa Koperasi belum mendominasi perkekonomian di Indonesia “.

Narasumber  1.
Nama             : Wellen
Pekerjaan      : Karyawan Swasta
Pendapat       : Menurut saya mengapa Koperasi belum mendominasi perkekonomian di Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek. Salah satunya adalah dikarenakan organisasinya yang masih kurang baik (Sistem). Terkait dengan pengurusnya yang masih belum menjalankan visi dan misi yang seusai dengan koperasi tersebut (Sumber Daya Manusia). Akan tetapi bisa saja dikarenakan modal yang kurang memadai sehingga koperasi tidak dapat berjalan sebagaimana semestinya. Selanjutnya adalah masih kurangnya kesadaran dari anggota koperasi itu sendiri untuk memajukan koperasi tersebut ( Motivasi, Keinginan dan Kesadaran). Permasalahan lai adalah satu kondisi dimana pesaing koperasi itu banyak, seperti pedagang lain atau usaha – usaha lain. Sehingga sering terjadi konflik interest, dimana usaha – usaha tersebut dijadikan media untuk kepentingan lain yang menyimpang. Seperti ada supplier yang melakukan transaksi perdagangan dengan harga yang jauh lebih murah dari koperasi yang ada dengan tujuan politik agar masyarakat memilihnya (orang yang mengadakan pasar murah tersebut).

Narasumber 2
Nama             : Wendhy Marius Kahar
Pekerjaan      : Karyawan Swasta
Pendapat       :Dilihat dari kebanyakan masyarakat Indonesia yang selalu menginginkan segala sesuatunya secara praktis (instan) maka koperasi tidak dapat menjadi salah satu bagian dari kegiatan ekonominya. Dilihat dari sistem kebanyakan koperasi (simpan pinjam) memberikan persyaratan-persyaratan yang tidak praktis dilakukan untuk melakukan peminjaman uang. Seperti harus memberikan berbagai macam surat-surat untuk menunjang peminjaman tersebut. Sedangkan di perusahaan lain seperti pegadaian atau leasing hanya memberikan persyaratan yang begitu mudah tanpa harus lama-lama menunggu. Faktor lain adalah dimana letak koperasi (penjualan Barnga) yang tidak ada disetiap tempat sehingga masyarakat lebih tertarik belanja di tempat-tempat yang mudah dijangkau. Seperti mini market mitra usaha atau supermarket besar yang notabene tempatnya pun lebih nyaman untuk melakukan transaksinya. Dengan berbagai macam penawaran yang menggiurkan dan potongan harga yang menarik pembeli.



3.1       Kesimpulan
Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia berarti bahwa koperasi sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Dengan tujuan utama koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya koperasi dapat menjadi penyangga dalam perekonomian anggotanya. Walaupun di samping itu banyak yang menganggap bahwa keberadaan koperasi terlihat samar dikarenakan apakah badan koperasi ini masih dimiliki oleh perorangan ataupun unit usaha yang dalam pelaksaannya banyak terjadi keganjilan. Tetapi kenyataannya koperasi dapat memberikan manfaat-manfaat yang luar biasa demi meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian, dalam garis besarnya meliputi sebagai berikut:
a.     Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
b.     Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
c.      Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
d.      Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
e.      Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

Jadi kalau Koperasi dapat dikelola dengan baik, jelas, terbuka, dan sukarela atas asas kekeluargaan maka koperasi yang berjalan akan dapat memenuhi tujuan utamanya. Peran pemerintah dalam mengembangkan koperasi ini juga tidak kalah penting. Mulai dari pemerintah yang dapat mendukung perannya dalam koperasi ini masuk ke berbagai kota-kota besar maupun daerah terpencil pun dengan pembinaan yang baik, dan jelas serta dapat dikelola dengan sangat baik niscaya Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia tidak hanya sekedar pernyataan manis saja tapi itu benar-benar bisa dibuktikan.

3.2       Saran
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa peran pemerintah sangat penting dalam mengembangkan serta meningkatkan kinerja koperasi di era globalisasi ini. Dengan anggapan bahwa koperasi ini mempunyai peran yang sangat penting di era globalisasi tentu saja koperasi itu sendiri harus mempunyai kemampuan atau harus memenuhi anggapan tersebut. Peran pemerintah di dalam mengembangkan serta memajukan koperasi agar dapat bersaing dengan kompetitor lainnya di era globalisasi ini adalah sebagai berikut :

1.     Adanya partisipasi baik untuk kontributif maupun insentif terhadap kegiatan koperasi itu sendiri, serta pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi.
2.     Diadakannya sosialisasi yang optimal kepada masyarakat akan esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikannya.
3.     Manajemen koperasi yang harus berorientasi strategik, serta teliti dalam pemilihan pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan berkembang dengan baik. Juga profesional dalam sistem tata kelola usaha, sumber daya manusia maupun finansialnya.
4.     Adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya dan restrukturisasi dalam penguasaan faktor produksi, khususnya permodalan.
5.     Pengelolaan koperasi dijalankan dengan adanya kontrol yang ketat dari para anggotanya. Untuk pengelola yang ditunjuk oleh pengurus diambil dari kalangan yang profesional, yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.
6.     Adanya dukungan dan perlindungan dari pemerintah yang disosialisasikan ke bawah, yakni dengan membentuk kesadaran masyarakat untuk saling membantu untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan dari koperasi itu sendiri.
7.     Pemerintah tidak lagi “memanjakan” koperasi lewat dana-dana segar, melainkan diharuskan adanya pengawasan terhadap bantuan tersebut. Merubah sifat bantuan menjadi wajib dikembalikan agar tidak melulu merugikan pemerintah dan menjadikan koperasi tersebut juga mandiri, lebih profesional dan mampu bersaing.
8.     Koperasi diberikan keleluasaan untuk menjalankan setiap tindakannya dalam rangka peningkatan pelayanan terhadap masyarakat melalui segala jasa-jasa yang diberikan secara lebih mudah tanpa syarat yang sulit. Serta dapat meminimalisasi permasalahan-permasalan yang ada, baik itu permasalahan internal maupun eksternal.
 
Beberapa hal tersebut yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka pengembangan kepada koperasi yang setidaknya dapat membuat koperasi bertahan di era globalisasi ini. Selain hal tersebut, pemerintah juga sebaiknya lebih mempromosikan kepada masyarakat apa itu koperasi serta menciptakan kepercayaan masyarakat kepada koperasi agar koperasi mendapat dukungan lebih dalam usahanya. Serta dari dalam koperasi itu sendiri sebaiknya di dalam gerakannya atau usahanya harus disertai dengan inovasi serta kreatifitas agar dapat berkembang.